Keresahanology

Sebuah Kisah Cinta Pertama

Kamis, Juni 26, 2014,11 Comments



Awalnya, kita hanyalah dua insan yang saling sibuk dengan dunia kekanak-kanakan kita masing-masing. Tak saling mengenal, tak juga saling sapa. Waktu itu yang aku tahu hanya sosokmu, bahkan namamu aku tidak pedulikan. Hingga tangan tuhan menyatukan kita dalam sebuah pertemuan yang biasa saja. Kamu duduk di bangku kelasmu dan aku dengan segala kehingar bingarku menyapamu, mengajakmu berbicara tanpa sedikitpun tahu ujung dari segala hingarku ini. Aku ingat, yang kutahu kamu hanya bagian dari mereka. Mereka yang tak pernah sedikitpun berbagi kata denganku, mereka yang tak ku kenal walaupun beberapa kali berjalan beriringan denganku. Namun apa yang bisa kita lakukan saat tuhan berkata bahwa kita yang awalnya tak saling melihat menjadi dua orang manusia yang saling sibuk mencari tahu informasi satu sama lain. Kita juga bisa apa saat tuhan berkata bahwa kehingaran yang kuciptakan di bangku kelasmu waktu itu bisa membuat perasaan kita berubah menjadi goncangan dahsyat saat kita bertatap mata. Kita bisa apa?

Beberapa waktu berlalu kita mulai saling berusaha mengenal satu sama lain, mulai menunjukkan bahwa ada satu rasa di diri kita masing-masing yang menginginkan kita selalu bahagia bersama, sampai kapanpun. Kita sudah berani menamai perasaan kita dengan "cinta", dan kita saling berusaha membahagiakan. Di sajak pertama kisah cinta kita semua terasa membahagiakan dan menyenangkan, hingga sebuah angin kencang, percikan api, banjir mulai menghantui kebahagiaan kita. Tapi kamu selalu berusaha menenangkan aku yang mudah putus asa akibat semua gangguan, dan sialnya kamu selalu berhasil membuatku tenang.

Berpuluh-puluh jutaan detik sudah kita habiskan bersama, walau tak sepenuhnya berisi kesenangan. Tetapi dari sana kita saling belajar, inilah cinta sebenarnya yang tak selamanya indah. Aku belajar dengan kekanak-kanakanku dan egoku, serta kamu yang belajar dengan caramu sendiri yang sampai sekarang aku tak pernah tau seperti apa. Kita masih tersenyum saat itu, masih saling berusaha lebih dalam memahami isi hati masing-masing,dan juga masih melempar kemesraan satu sama lain yang tanpa kita sadari sebenarnya kita hanya berusaha saling menutupi kemungkinan yang akan terjadi dengan kisah cinta kita. Ya, waktu itu di dalam hati kita masing-masing sebenarnya sudah terlihat jelas tentang ujung dari romansa ini, kita saja yang berusaha menekan terlalu kencang agar semua kemungkinan itu hanya sebuah ilusi dan keinginan mempertahankan yang masih terlalu besar di benak kita. Sebenarnya kita sudah melakukan hal egois bersama-sama bukan?

Waktu berlalu, masih dengan senyum dan kehangatan kita yang tanpa kita sadari itu hanya ruang kosong yang hanya diisi oleh omong kosong belaka. Sebenarnya kita terlalu sibuk dengan dunia kita masing-masing. Aku dengan keegoisanku, dan kamu dengan waktu berhargamu. Tanpa disadari kita tinggal berdua di dalam rumah yang selama ini kita namai "cinta" tapi kita sendiri jarang berada di dalamnya. Rupanya selama ini kita salah langkah, kita hanya sibuk saling mencintai tanpa belajar bertahan di satu hati yang sudah tak punya cinta lagi. Dan seiring berjalannya waktu cinta kita dikalahkan oleh ego masing-masing. Ya, cinta kita kalah telak.

Beberapa malam membuat satu pertanyaan yang tak akan pernah terjawab selalu menghantuiku atau mungkin kamu juga, entahlah. Sebuah pertanyaan kecil yang terlalu menusuk. Dulu, bukankah kita selalu mencari alasan agar dapat bersama lalu kenapa tidak gunakan bermacam alasan yang bisa saja kita cari agar kita tetap bersama?

Tahun berganti, tapi aku masih saja merasa berada di hati yang dulu kita singgahi berdua, bedanya kini hanya ada aku tanpa kamu bahkan kita. Kamu menghilang entah kemana, mungkin kamu sudah punya hati baru untuk singgah, entahlah. Beberapa tahun aku hanya diam di dalamnya dengan segala macam kegelisahan, kepedihan dan mungkin sesal. Bagaimana bisa kita yang dahulu sebegitu hangatnya bisa terasa sedingin ini sekarang. 

Bosanku menumpuk, selama ini hanya sepi yang ada di sini di hati ini. Sesekali aku mencoba keluar dari sana menyentuh udara yang menyegarkan, hingga aku mulai merasa tenang. Aku mulai nyaman berada di luar sini, tanpa ada perasaan terkurung sendirian. Aku bahagia berada di luar sini, banyak pohon dan pemandangan indah yang bisa aku nikmati. Sesekali ada beberapa sosok baru yang bergantian menawarkan hatinya untuk disinggahi berdua. Tapi rasanya aku belum memerlukan itu semua, yang ingin aku capai sekarang hanyalah kebahagiaan yang akan datang. Masa depan.

Seorang sahabat pernah menawariku untuk kembali ke hati kita dahulu, tapi aku enggan. Karena aku tahu walaupun sekarang hati itu diisi oleh kita berdua kembali, di dalamnya tak akan pernah sama seperti waktu kita pertama kali menempatinya. Waktu sudah merubah segalanya, bahkan perasaan kita, dan aku sudah cukup sakit merasakan kehilangan kamu sekali seumur hidupku. Sekali, dan tak sanggup untuk yang kedua kali.

@ardienology

You Might Also Like

11 komentar: